Hari Rabu (18/5/2016) pukul 04.45 Wita, Umat Hindu berbela sungkawa karena Tokoh Suci Ida Pedanda Gede Made Gunung menghadap Sang Pencipta (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Ida Pedanda menghembuskan napas terakhir di ICU Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, Bali, dalam usia 65 tahun setelah dirawat beberapa hari akibat stroke.
Duka mendalam atas kepergian rohaniwan dari Griya Gede Purnawati Kemenuh, Banjar Tengah, Desa Blahbatuh, Gianyar ini begitu terasa di kediamannya. Keluarga, kerabat, sisya (murid), pasemetonan sulinggih, pejabat dan masyarakat umum terus berdatangan untuk ikut menyatakan bela sungkawa.
Tangis pun pecah saat layon (jenazah) Ida Pedanda tiba di griya sekira pukul 09.30 Wita.
Tiada yang menyangka, panutan umat sang pencetus dharma wacana bernama walaka Ida Bagus Gede Suamem ini, berpulang begitu cepat.
Seperti yang dikutip Tribun Bali “Keluarga sudah melakukan paruman dan disepakati kremasi akan dilakukan pada 21 Juli 2016, dengan sederhana,” ujar Ida Bagus Made Purwita Suamem (40), anak kedua almarhum.
Tentang kesederhanaan kremasi tersebut, Gus Purwita punya cerita.
Suatu hari ia bercengkerama dengan ayahnya.
Mereka berdua duduk membahas ihwal keagamaan.
Perbincangan pun mengalir.
Namun tidak seperti biasanya, Ida Pedanda yang menjadi wiku (pandita) sejak 27 Oktober 1994 itu justru menyisipkan pesan lain kepada Gus Parwita kendati disampaikan sembari tersenyum.
“Kalau aji (ayah) meninggal nanti, tolong jangan buatkan upacara yang besar. Tanpa bade. Layon aji cukup diusung anak-anak menuju perabuan, pebasmian (tempat kremasi). Sesederhana itu,” begitu Gus Purwita menirukan ucapan mendiang sang ayah.
Sulinggih yang lahir pada 31 Desember 1950 itu lalu melanjutkan pesannya.
“Tempatnya di halaman depan, di seputaran pohon cempaka,” begitu ujar Ida Pedanda kepada Gus Purwita.
Pesan inilah yang dijadikan acuan dari paruman keluarga besar Griya Gede Purnawati Kemenuh.
Bagi keluarga, pesan itu seperti sebuah wasiat bahkan bhisama dari sang wiku sehingga pantang untuk dilanggar.
Gus Purwita pun berikhtiar menjalankan amanat tersebut.
“Bhisama yang pernah disampaikan langsung oleh beliau kepada saya sebagai anak laki-laki penerus ya seperti itu. Walaupun saat itu disampaikan dengan nada bercanda sembari tertawa, tapi ini tidak bisa kami langgar,” ujar Gus Purwita.
Disebutkan Gus Purwita, ayahandanya mengatakan bahwa kesederhanaan tak harus jadi penghalang dalam beryadnya.
Yang terpenting, tidak kehilangan makna.
“Kesederhaan beliau mengacu pada raos (ucapan) almarhum Ida Pedanda Made Sidemen. Cukup dengan upacara yang sederhana toh juga beliau akan mendapatkan tempat terbaik. Dan aji saya meniru kesederhanaan Ida Pedanda Made Sidemen,” ungkap Gus Purwita.
Dalam keseharian, Ida Pedanda Gede Made Gunung yang menjadi wiku sejak 27 Oktober 1994 itu memang dikenal sebagai sulinggih yang sederhana.
Banyak pola pikir dan laku diri yang bisa diteladani.
Wiku yang mantap menapak jalan dharma wacana ini selalu menyempatkan diri menyelipkan pesan kesederhanaan itu.
Dikutip Dari Facebook Ida Pedanda Gede Made Gunung
“Pemandian akan dilaksanakan pada tanggal 5 Juli di Griya Purnawati. Pelebon (Kremasi) yang sederhana akan dilaksanakan sesuai permintaan Ratu Pedanda pada tanggal 21 Juli di bagian Jaba Griya Purnawati, Blabatuh, Gianyar, Bali.”
Sumber: Tribun Bali
Facebook Ida Pedanda Gede Made Gunung